FRN Bandung, 23 Juni 2025 – Di tengah kepulan asap tipis dari kawah yang tak pernah tidur, ribuan pasang mata menengadah, memanjatkan doa, dan meresapi setiap detik ritual sakral. Bukan sebuah konser musik atau festival pariwisata, melainkan "Ngertakeun Bumi Lamba," sebuah prosesi adat spiritual yang baru saja digelar hari ini di kaki Gunung Tangkuban Perahu. Acara ini menjadi pengingat kuat akan hubungan tak terpisahkan antara manusia, alam, dan kearifan leluhur.
Para tetua adat dari berbagai suku, mulai dari Baduy, Dayak, hingga Minahasa, memimpin prosesi dengan penuh khidmat. Mereka datang membawa persembahan, mantra, dan doa tulus untuk bumi. Ribuan peserta yang hadir, dari berbagai latar belakang, turut larut dalam suasana magis yang menyelimuti area sekitar gunung. Getaran energi positif terasa begitu kuat, seolah alam turut merespon seruan mereka.
"Ritual ini bukan hanya tentang memohon keselamatan, tapi juga tentang menetralkan energi negatif dan menyebarkan kesadaran," jelas salah seorang sesepuh adat. "Bumi kita sedang 'berbicara' melalui aktivitas kawah ini. Inilah saatnya kita kembali menghargai dan menjaga rumah kita yang sesungguhnya."
Pesan Lingkungan yang Mendalam
Acara ini terasa semakin relevan mengingat meningkatnya aktivitas vulkanik Tangkuban Perahu belakangan ini. "Ngertakeun Bumi Lamba" seolah menjadi refleksi dari gejolak alam yang membutuhkan perhatian dan keseimbangan.
Doa-doa yang dipanjatkan tak hanya untuk meredakan gejolak gunung, tetapi juga untuk menyadarkan manusia akan pentingnya hidup selaras dengan alam, menghindari eksploitasi berlebihan yang merusak.
Generasi muda khususnya, menjadi target utama pesan moral ini. Para sesepuh berharap, melalui ritual seperti ini, anak-anak muda dapat kembali terhubung dengan akar budaya dan memahami bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas segelintir orang.
Acara "Ngertakeun Bumi Lamba" mungkin tak semeriah festival modern, namun getaran dan maknanya jauh lebih dalam. Ini adalah sebuah pengingat bahwa di balik megahnya pegunungan dan pesona alam, ada kearifan leluhur yang tak lekang oleh waktu, mengajarkan kita untuk selalu bersujud, menghormati, dan merawat bumi yang telah memberi kehidupan.
(Red).

